Aurat perempuan


sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah S.A.W bersabda, “Seorang lelaki tidak dibolehkan melihat aurat lelaki lain dan wanita melihat aurat wanita. Dan tidak boleh seorang lelaki tidur dalam satu selimut dengan lelaki lain begitu juga dengan wanita”.
Imam Nawawi mengatakan ia merupakan larangan haram hukumnya apabila di antara keduanya tiada pemisah. Ia menunjukkan larangan penyentuhan aurat antara bahagian tubuh baik lelaki mahupun wanita. Hal itu telah menjadi kesepakatan para ulamak. Banyak orang menganggap ia suatu perkara remeh di mana ramai orang yang mandi dalam satu bilik mandi. Kerana itu, hendaknya setiap orang menjaga pandangan, tangan dan anggota tubuh dari aurat orang lain, serta memelihara auratnya jangan sampai dilihat dan disentuh orang lain. Dan apabila melihat orang yang mengabaikan hal itu, maka hendaklah mereka menjauhi dan memperingaatkannya.
Larangan ini juga merangkumi tidur seorang wanita dengan wanita lain dalam satu tempat tidur tanpa berpakaian sehingga mengakibatkan aurat kedaunya tersentuh atau terlihat. Ia termasuk dalam perbuatan haram dan merupakan langkah awal kepada perkara maksiat.
Batasan aurat yang harus ditutupi oleh wanita Islam bagi wanita Islam lain adalah dari pusat hingga ke lutut. Manakala dengan wanita bukan Islam pula sama seperti aurat wanita dengan lelaki yang bukan mahram.
Tetapi banyak wanita yang menganggap perkara ini remeh atau tidak mengambil tahu langsung. Banyak terjadi seorang wanita Islam dengan tidak malu membuka auratnya dihadapan teman baiknya kerana menganggap mereka bersamaan jantina. Bukan mustahil juga ada dikalangan mereka yang membantu rakannya mencukur bulu kakinya bahkan bulu kemaluannya. Semua itu merupakan perbuatan yang jelas dilarang syariat. Wanita mengangkat darjat wanita di tempat yang tinggi. Bukan sekadar di hadapan lelaki bahkan di kalangan kaum sejenis mereka juga mempunyai adab-adab yang perlu diikuti.
Aurat dan jilbab
Rasulullah bersabda ?Ada dua golongan penghuni neraka yg aku belum pernah melihatnya Laki-laki yg tangan mereka menggenggam cambuk yg mirip ekor sapi utk memukuli orang lain dan wanita-wanita yg berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.? Wanita-wanita yg digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang banyak sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yg mentradisi dan dianggap lumrah. Mereka adl wanita-wanita yg memakai pakaian tapi telanjang. Sebab pakaian yg mereka kenakan tak dapat menutupi apa yg Allah perintahkan utk ditutupi. Budaya barat adl penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yg ?tak layak? tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak pula dikenal dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adl hal baru yg lantas diterima tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji dgn pertanyaan bolehkah ini menurut agama atau baikkah ini bagi kita dan pertanyaan lain yg senada. Boleh jadi krn perasaan rendah diri yg akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yg menerima budaya barat dgn mata tertutup . Namun di sana kita juga melihat fajar yg mulai terbit. Kesadaran utk kembali kepada budaya kita sendiri mulai tumbuh. Betapa sekarang kita banyak melihat indahnya kibaran jilbab di mana-mana. Di kampus di sekolah di pasar dan bahkan di terminal-terminal. Malah di beberapa negara barat muslimah-muslimah pemakai jilbab tak lagi sulit ditemukan. Jelasnya saat ini sudah tak ada lagi larangan utk mengenakan busana dan pakaian yg menutup aurat. Permasalahannya apakah jaminan kebebasan ini kemudian segera disambut oleh para muslimah kita dgn segera kembali mengenakan pakaian takwa itu atau tidak. Yang pasti alasan dilarang oleh si ini dan si itu kini tak berlaku lagi. AURAT WANITA DAN HUKUM MENUTUPNYAAurat wanita yg tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain adl seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah 1. Al-Qur?an surat Annur ?Dan katakanlah kepada wanita-wanita yg beriman ?Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yg biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkkan khumur nya ke dadanya?? Keterangan Ayat ini menegaskan empat hal a. Perintah utk menahan pandangan dari yg diharamkan oleh Allah. b. Perintah utk menjaga kemaluan dari perbuatan yg haram.c. Larangan utk menampakkan perhiasan kecuali yg biasa tampak. Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab jika perhiasannya saja dilarang utk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran para sahabat dan ulama terhadap kata ?kecuali yg biasa nampak? dalam ayat tersebut. Menurut Ibnu Umar RA. yg biasa nampak adl wajah dan telapak tangan. Begitu pula menurut ?Atho? Imam Auzai dan Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau menambahkan cincin dalam golongan ini. Ibnu Mas?ud RA. mengatakan maksud kata tersebut adl pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan maksudnya adl pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para ulama ini jelaslah bahwa yg boleh tampak dari tubuh seorang wanita adl wajah dan kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian luarnya saja.d. Perintah utk menutupkan khumur ke dada. Khumur adl bentuk jamak dari khimar yg berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adl juga termasuk aurat yg harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dgn menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada. 2. Hadis riwayat Aisyah RA bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dgn pakaian yg tipis lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata ?Hai Asma seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid maka tak ada yg layak terlihat kecuali ini? sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. . Keterangan Hadis ini menunjukkan dua hal a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.b. Pakaian yg tipis tidak memenuhi syarat utk menutup aurat. Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adl wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yg memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya. Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yg menegaskan akan kewajiban menutup aurat ini 1. Dari Al-Qur?an a. ?Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu? . Keterangan Tabarruj adl perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yg wajib utk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adl merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka?bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.Konteks ayat di atas adl ditujukan utk istri-istri Rasulullah. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan ?Yang dijadikan pedoman adl keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut . b. ?Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-orang mukmin ?Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.? Yang demikian itu supaya mereka lbh mudah utk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.? . Keterangan Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yg menutupi seluruh tubuh bukan berarti jilbab dalam bahasa kita . Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adl kewajiban tiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka. 2. Hadis Rasulullah bahwasanya beliau bersabda ?Ada dua golongan penghuni neraka yg aku belum pernah melihatnya Laki-laki yg tangan mereka menggenggam cambuk yg mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yg berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.? Keterangan Hadis ini menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yg membuka dan memamerkan auratnya. Yaitu siksaan api neraka. Ini menunjukkan bahwa pamer aurat dan ?buka-bukaan? adl dosa besar. Sebab perbuatan-perbuatan yg dilaknat oleh Allah atau Rasul-Nya dan yg diancam dgn sangsi duniawi atau azab neraka adl dosa besar. SYARAT PAKAIAN PENUTUP AURAT WANITAPada dasarnya seluruh bahan model dan bentuk pakaian boleh dipakai asalkan memenuhi syarat-syarat berikut1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.2. Tidak tipis dan tidak transparan 3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh 4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.5. Tidak berwarna dan bermotif terlalu menyolok.Sebab pakaian yg menyolok akan mengundang perhatian laki-laki. Dengan alasan ini pula maka maka membunyikan perhiasan yg dipakai tidak diperbolehkan walaupun itu tersembunyi di balik pakaian. .
Ancaman Bagi Wanita yang Membuka Auratnya
Definisi Aurat
Menurut pengertian bahasa (literal), aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai’ al-mustaqabbih (kekurangan dan sesuatu yang mendatangkan celaan). Diantara bentuk pecahan katanya adalah ‘awara`, yang bermakna qabiih (tercela); yakni aurat manusia dan semua yang bisa menyebabkan rasa malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat (ditampakkan).
Imam al-Raziy, dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz 1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu maa yastahyii minhu wa yasuu`u shahibahu in yura minhu (setiap yang menyebabkan malu, dan membawa aib bagi pemiliknya jika terlihat)”.
Imam Syarbiniy dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan (kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan celaan). Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.
Dalam kamus Lisaan al-’Arab juz 4/616, disebutkan, “Kullu ‘aib wa khalal fi syai’ fahuwa ‘aurat (setiap aib dan cacat cela pada sesuatu disebut dengan aurat). Wa syai` mu’wirun au ‘awirun: laa haafidza lahu (sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan)).”
Imam Syaukani, di dalam kitab Fath al-Qadiir, menyatakan;
Makna asal dari aurat adalah al-khalal (aib, cela, cacat). Setelah itu, makna aurat lebih lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan aib yang terjadi pada sesuatu yang seharusnya dijaga dan ditutup, yakni tiga waktu ketika penutup dibuka. Al-A’masy membacanya dengan huruf wawu difathah; ‘awaraat. Bacaan seperti ini berasal dari bahasa suku Hudzail dan Tamim.”
Batasan Aurat bagi Wanita
Batasan Aurat Menurut Madzhab Syafi’iy
Di dalam kitab al-Muhadzdzab juz 1/64, Imam al-Syiraaziy berkata;
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Mohammad bin Ahmad al-Syasyiy, dalam kitab Haliyat al-’Ulama berkata;
“.. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Haitsamiy, dalam kitab Manhaj al-Qawiim juz 1/232, berkata;
“..Sedangkan aurat wanita merdeka, masih kecil maupun dewasa, baik ketika sholat, berhadapan dengan laki-laki asing (non mahram) walaupun di luarnya, adalah seluruh badan kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Dalam kitab al-Umm juz 1/89 dinyatakan;
” ….Aurat perempuan adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Dimyathiy, dalam kitab I’aanat al-Thaalibiin, menyatakan;
“..aurat wanita adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan”.
Di dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, juz 1/185, Imam Syarbiniy menyatakan;
” …Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Hanbaliy
Di dalam kitab al-Mubadda’, Abu Ishaq menyatakan;
Aurat laki-laki dan budak perempuan adalah antara pusat dan lutut. Hanya saja, jika warna kulitnya yang putih dan merah masih kelihatan, maka ia tidak disebut menutup aurat. Namun, jika warna kulitnya tertutup, walaupun bentuk tubuhnya masih kelihatan, maka sholatnya sah. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh, hingga kukunya. Ibnu Hubairah menyatakan, bahwa inilah pendapat yang masyhur. Al-Qadliy berkata, ini adalah pendapat Imam Ahmad; berdasarkan sabda Rasulullah, “Seluruh badan wanita adalah aurat” [HR. Turmudziy, hasan shahih]….Dalam madzhab ini tidak ada perselisihan bolehnya wanita membuka wajahnya di dalam sholat, seperti yang telah disebutkan. di dalam kitab al-Mughniy, dan lain-lainnya.”
Di dalam kitab al-Mughniy, juz 1/349, Ibnu Qudamah menyatakan, bahwa
Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga sepakat; seorang wanita mesti mengenakan kerudung yang menutupi kepalanya. Jika seorang wanita sholat, sedangkan kepalanya terbuka, ia wajib mengulangi sholatnya….Abu Hanifah berpendapat, bahwa kedua mata kaki bukanlah termasuk aurat..Imam Malik, Auza’iy, dan Syafi’iy berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Selain keduanya (muka dan telapak tangan) wajib untuk ditutup ketika hendak mengerjakan sholat…”
Di dalam kitab al-Furuu juz 1/285′, karya salah seorang ulama Hanbaliy, dituturkan sebagai berikut;
“Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka, dan kedua telapak tangan –ini dipilih oleh mayoritas ulama…..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Malikiy
Dalam kitab Kifayaat al-Thaalib juz 1/215, Abu al-Hasan al-Malikiy menyatakan, ““Aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan..”.
Dalam Hasyiyah Dasuqiy juz 1/215, dinyatakaN, “Walhasil, aurat haram untuk dilihat meskipun tidak dinikmati. Ini jika aurat tersebut tidak tertutup. Adapun jika aurat tersebut tertutup, maka boleh melihatnya. Ini berbeda dengan menyentuh di atas kain penutup; hal ini (menyentuh aurat yang tertutup) tidak boleh jika kain itu bersambung (melekat) dengan auratnya, namun jika kain itu terpisah dari auratnya, …sedangkan aurat wanita muslimah adalah selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Dalam kitab Syarah al-Zarqaaniy, disebutkan, “Yang demikian itu diperbolehkan.Sebab, aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan…”
Mohammad bin Yusuf, dalam kitab al-Taaj wa al-Ikliil, berkata, “….Aurat budak perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan dan tempat kerudung (kepala)…Untuk seorang wanita, boleh ia menampakkan kepada wanita lain sebagaimana ia boleh menampakkannya kepada laki-laki –menurut Ibnu Rusyd, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini-, wajah dan kedua telapak tangan..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Hanafiy
Abu al-Husain, dalam kitab al-Hidayah Syarh al-Bidaayah mengatakan;
Adapun aurat laki-laki adalah antara pusat dan lututnya…ada pula yang meriwayatkan bahwa selain pusat hingga mencapai lututnya. Dengan demikian, pusat bukanlah termasuk aurat. Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’iy ra, lutut termasuk aurat. Sedangkan seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan…”
Dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’ disebutkan;
Oleh karena itu, menurut madzhab kami, lutut termasuk aurat, sedangkan pusat tidak termasuk aurat. Ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’iy. Yang benar adalah pendapat kami, berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Apa yang ada di bawah pusat dan lutut adalah aurat.” Ini menunjukkan bahwa lutut termasuk aurat.”
Aurat Wanita; Seluruh Tubuh Selain Muka dan Kedua Telapak Tangan
Jumhur ‘ulama bersepakat; aurat wanita meliputi seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah firman Allah swt:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”[al-Nuur:31]
Menurut Imam Thabariy dalam Tafsir al-Thabariy, juz 18/118, makna yang lebih tepat untuk “perhiasan yang biasa tampak” adalah muka dan telapak tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan boleh ditampakkan di kehidupan umum. Sedangkan selain muka dan telapak tangan adalah aurat, dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki asing, kecuali suami dan mahram. Penafsiran semacam ini didasarkan pada sebuah riwayat shahih; Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw. pun berpaling seraya berkata;
يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.”[HR. Muslim]
Imam Qurthubiy Tafsir Qurthubiy, juz 12/229; Imam Al-Suyuthiy, Durr al-Mantsuur, juz 6/178-182; Zaad al-Masiir, juz 6/30-32; menyatakan, bahwa ayat di atas merupakan perintah dari Allah swt kepada wanita Mukminat agar tidak menampakkan perhiasannya kepada para laki-laki penglihat, kecuali hal-hal yang dikecualikan bagi para laki-laki penglihat. Selanjutnya, Allah swt mengecualikan perhiasan-perhiasan yang boleh dilihat oleh laki-laki penglihat, pada frase selanjutnya. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat mengenai batasan perhiasan yang boleh ditampakkan oleh wanita. Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa maksud frase “illa ma dzahara minha” adalah dzaahir al-ziinah” (perhiasan dzahir), yakni baju. Sedangkan menurut Ibnu Jabir adalah baju dan wajah. Sa’id bin Jabiir, ‘Atha’ dan Auza’iy berpendapat; muka, kedua telapak tangan, dan baju.
Menurut Imam al-Nasafiy, yang dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) adalah semua yang digunakan oleh wanita untuk berhias, misalnya, cincin, kalung, gelang, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) di sini adalah “mawaadli’ al-ziinah” (tempat menaruh perhiasan). Artinya, maksud dari ayat di atas adalah “janganlah kalian menampakkan anggota tubuh yang biasa digunakan untuk menaruh perhiasan, kecuali yang biasa tampak; yakni muka, kedua telapak tangan, dan dua mata kaki”.
Syarat-syarat Menutup Aurat
Menutup aurat harus dilakukan hingga warna kulitnya tertutup. Seseorang tidak bisa dikatakan melakukan “satru al-’aurat” (menutup aurat) jika auratnya sekedar ditutup dengan kain atau sesuatu yang tipis hingga warna kulitnya masih tampak kehilatan. Dalil yang menunjukkan ketentuan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, ra bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah saw. berpaling seraya bersabda, “Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak pantas baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.”
Dalam hadits ini, Rasulullah saw. menganggap bahwa Asma’ belum menutup auratnya, meskipun Asma telah menutup auratnya dengan kain transparan. Oleh karena itu lalu Nabi saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi . Dalil lain yang menunjukkan masalah ini adalah hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi saw tentang kain tipis. Usamah menjawab, bahwasanya ia telah mengenakannya terhadap isterinya, maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya:
Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalam kain tipis, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”
Qabtiyah dalam lafadz di atas adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah saw. mengetahui bahwa­sanya Usamah mengenakan kepada isterinya kain tipis, beliau memerintahkan agar kain itu dikenakan pada bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya. Beliau bersabda,”Suruhlah ister­imu melilitkan di bagian dalamnya kain tipis.” Kedua hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwasanya aurat harus ditutup dengan sesuatu, hingga warna kulitnya tidak tampak.
Khimar (Kerudung) dan Jilbab; Busana Wanita Di Luar Rumah
Selain memerintahkan wanita untuk menutup auratnya, syariat Islam juga mewajibkan wanita untuk mengenakan busana khusus ketika hendak keluar rumah. Sebab, Islam telah mensyariatkan pakaian tertentu yang harus dikenakan wanita ketika berada depan khalayak umum. Kewajiban wanita mengenakan busana Islamiy ketika keluar rumah merupakan kewajiban tersendiri yang terpisah dari kewajiban menutup aurat. Dengan kata lain, kewajiban menutup aurat adalah satu sisi, sedangkan kewajiban mengenakan busana Islamiy (jilbab dan khimar) adalah kewajiban di sisi yang lain. Dua kewajiban ini tidak boleh dicampuradukkan, sehingga muncul persepsi yang salah terhadap keduanya.
Dalam konteks “menutup aurat𔄢